Archives
Izhar artinya
jelas, yakni menyatakan bacaan nun mati dan tanwin dengan jelas (suara "N"nya),
tidak samar dan tidak berdengung (suara yang keluar dari hidung). Huruf-huruf
IZH-HAR itu ada enam yang dinamakan "huruf halqi" sehingga hukum bacaannya
disebut IZH-HAR KHALQI, yaitu :
Huruf-huruf
tersebut terhimpun dalam setiap kata dari 6 kalimat berikut :
Contoh bacaan
IZH-HAR
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَف
َّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ
Umar bin Khattab
ra. berkata :Suatu ketika kami (para sahabat) duduk di dekat Rasulullah SAW.
Tiba-tiba muncul kepada kami seorang laki-laki mengenakan pakaian yang sangat
puti dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan
dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di
hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada kepada lutut Nabi dan meletakkan
kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata, "Hai Muhammad,
beritakan kepadaku tentang Islam". Rasulullah SAW menjawab, "Islam adalah engkai
bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul
Allah, menegakkan shalat, menuanaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan
engkau menunaikan haji ke Baitullah jika engkau telah mampu melakukannya".
Lelaki itu berkata. "Engkau benar". Maka kami heran, ia yang bertanya ia pula
yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi, "Beritahukan kepadaku tentang iman". Nabi menjawab. "Iman adalah engaku beriman kepada Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk". Ia berkata. "Engkau benar".
Dia bertanya lagi, "Beritahukan kepadaku tentang Ihsan". Nabi menjawab, "Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, kalaupun engkau tidak melihatNya sesungguhnya Dia melihatmu".
Lelaki itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku kapan terjadinya kiamat”. Nabi menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya”. Dia pun bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya”. Nabi menjawab, “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya, jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing yang saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut seger pergi. Aku pun terdiam sehingga Nabi bertanya kepadaku, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “Ia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian”.
(HR. Muslim)
Kemudian ia bertanya lagi, "Beritahukan kepadaku tentang iman". Nabi menjawab. "Iman adalah engaku beriman kepada Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk". Ia berkata. "Engkau benar".
Dia bertanya lagi, "Beritahukan kepadaku tentang Ihsan". Nabi menjawab, "Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, kalaupun engkau tidak melihatNya sesungguhnya Dia melihatmu".
Lelaki itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku kapan terjadinya kiamat”. Nabi menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya”. Dia pun bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya”. Nabi menjawab, “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya, jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing yang saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut seger pergi. Aku pun terdiam sehingga Nabi bertanya kepadaku, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “Ia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian”.
(HR. Muslim)
Dari Amir Mukminin Abi Hafsh Umar bin Al-Khaththab ra.
berkata:
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya segala amal
tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan
apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya,
maka hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
karena dunia yang akan diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya,
maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya.”
(HR. Dua Imam Muhadditsin (ahli hadits) Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi didalam dua kitab shahih mereka yang keduanya adalah kitab yang paling shahih (benar) yang ditulis (manusia).
Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya segala amal
tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan
apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya,
maka hijrahnya karena Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
karena dunia yang akan diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya,
maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya.”
(HR. Dua Imam Muhadditsin (ahli hadits) Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi didalam dua kitab shahih mereka yang keduanya adalah kitab yang paling shahih (benar) yang ditulis (manusia).
Arti Penting Hadits Tersebut
Hadits ini termasuk salah satu dari hadits-hadits penting yang menjadi poros agama Islam.
Hadits ini adalah dasar atau azas dalam Islam dan sebagian besar hukum-hukumnya berporos padanya.
Hadits ini juga sebagai tolak ukur bagi semua amal batin.
Abu Daud rahimahullah berkata: Sesungguh-nya hadits ini separuh dari agama Islam; karena agama Islam itu meliputi zhahir yaitu berupa amal, dan batin yaitu berupa niat.
Imam Ahmad dan Asy-Syafi’i rahimahumallah berkata: Masuk dalam lingkup hadits “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya” sepertiga ilmu; karena usaha seorang hamba itu bisa dengan hati, lisan dan anggota badannya. Adapun niat dengan hati merupakan salah satu dari tiga jenis di atas.
Karena itu para ulama menganjurkan agar memulai kitab-kitab dan karangan-karangan mereka dengan hadits ini. Di antara ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan hadits ini adalah Imam Al-Bukhari dan Imam An-Nawawi rahimahumallah. Faedah memulai dengan hadits ini untuk mengingatkan dan memperingatkan para penuntut ilmu agar membenarkan niatnya untuk Wajah Allah Ta’ala dalam menuntut ilmu dan melakukan kebaikan.
Pelajaran-pelajaran yang Dapat Dipetik dari Hadits Tersebut:
Disyaratkan adanya niat
Para ulama telah bersepakat bahwa segala amal yang dilakukan seorang mukallaf yang mukmin tidak dianggap sah secara syar’i dan tidak berpahala jika ia mengerjakannya kecuali disertai dengan niat.
Waktu niat dan tempatnya
Waktu niat di awal melakukan ibadah, seperti takbir ihram ketika shalat; ihram ketika haji; sedangkan niat puasa maka dilakukan sebelumnya karena sulitnya mengetahui fajar. Adapun tempatnya niat di dalam hati, maka tidak disyaratkan melafazhkan atau mengucapkan niat, bahkan hukumnya bid’ah (hal-hal baru dalam ajaran Islam yang tiada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabatnya, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.)
Wajibnya hijrah
Hijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam hukumnya wajib bagi setiap muslim yang tidak memungkinkan untuk menampakkan keislamannya. Hukum ini kekal sampai hari Kiamat. Hijrah juga berarti hijrah (meninggalkan) dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala.
Barangsiapa yang berniat melakukan amal shalih, lalu ada udzur (halangan) -berupa: sakit, kematian, dan lainnya- yang merintanginya untuk melakukannya, maka ia memdapatkan pahala karena niatnya tersebut.
Perintah untuk mengikhlaskan segala amal dan ibadah hanya untuk Allah semata sehingga mendapatkan pahala dan balasan yang baik di akhirat, dan diberikan taufiq dan keberuntungan di dunia.
Setiap amal yang baik dan bermanfaat, apabila dilakukan dengan niat yang baik disertai dengan keikhlasan, mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala dan mengikuti cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi suatu ibadah.
Ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala dalam beramal merupakan salah satu syarat diterima-nya suatu amal; karena Allah Ta’ala tidak akan menerima suatu amal kecuali jika dilakukan dengan ikhlas karena Wajah Allah Ta’ala.
SUMBER: Al-Waafii fii Syarhi al-Arba’iina an-Nawawiyyah, karya DR. Mushthafa al-Bagha dan Muhyiddin Dîb Mistu
alsofwah.or.id
Hadits ini termasuk salah satu dari hadits-hadits penting yang menjadi poros agama Islam.
Hadits ini adalah dasar atau azas dalam Islam dan sebagian besar hukum-hukumnya berporos padanya.
Hadits ini juga sebagai tolak ukur bagi semua amal batin.
Abu Daud rahimahullah berkata: Sesungguh-nya hadits ini separuh dari agama Islam; karena agama Islam itu meliputi zhahir yaitu berupa amal, dan batin yaitu berupa niat.
Imam Ahmad dan Asy-Syafi’i rahimahumallah berkata: Masuk dalam lingkup hadits “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya” sepertiga ilmu; karena usaha seorang hamba itu bisa dengan hati, lisan dan anggota badannya. Adapun niat dengan hati merupakan salah satu dari tiga jenis di atas.
Karena itu para ulama menganjurkan agar memulai kitab-kitab dan karangan-karangan mereka dengan hadits ini. Di antara ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan hadits ini adalah Imam Al-Bukhari dan Imam An-Nawawi rahimahumallah. Faedah memulai dengan hadits ini untuk mengingatkan dan memperingatkan para penuntut ilmu agar membenarkan niatnya untuk Wajah Allah Ta’ala dalam menuntut ilmu dan melakukan kebaikan.
Pelajaran-pelajaran yang Dapat Dipetik dari Hadits Tersebut:
Disyaratkan adanya niat
Para ulama telah bersepakat bahwa segala amal yang dilakukan seorang mukallaf yang mukmin tidak dianggap sah secara syar’i dan tidak berpahala jika ia mengerjakannya kecuali disertai dengan niat.
Waktu niat dan tempatnya
Waktu niat di awal melakukan ibadah, seperti takbir ihram ketika shalat; ihram ketika haji; sedangkan niat puasa maka dilakukan sebelumnya karena sulitnya mengetahui fajar. Adapun tempatnya niat di dalam hati, maka tidak disyaratkan melafazhkan atau mengucapkan niat, bahkan hukumnya bid’ah (hal-hal baru dalam ajaran Islam yang tiada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabatnya, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.)
Wajibnya hijrah
Hijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam hukumnya wajib bagi setiap muslim yang tidak memungkinkan untuk menampakkan keislamannya. Hukum ini kekal sampai hari Kiamat. Hijrah juga berarti hijrah (meninggalkan) dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala.
Barangsiapa yang berniat melakukan amal shalih, lalu ada udzur (halangan) -berupa: sakit, kematian, dan lainnya- yang merintanginya untuk melakukannya, maka ia memdapatkan pahala karena niatnya tersebut.
Perintah untuk mengikhlaskan segala amal dan ibadah hanya untuk Allah semata sehingga mendapatkan pahala dan balasan yang baik di akhirat, dan diberikan taufiq dan keberuntungan di dunia.
Setiap amal yang baik dan bermanfaat, apabila dilakukan dengan niat yang baik disertai dengan keikhlasan, mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala dan mengikuti cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi suatu ibadah.
Ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala dalam beramal merupakan salah satu syarat diterima-nya suatu amal; karena Allah Ta’ala tidak akan menerima suatu amal kecuali jika dilakukan dengan ikhlas karena Wajah Allah Ta’ala.
SUMBER: Al-Waafii fii Syarhi al-Arba’iina an-Nawawiyyah, karya DR. Mushthafa al-Bagha dan Muhyiddin Dîb Mistu
alsofwah.or.id
Nun mati adalah
nun yang bertanda sukun dan baris dua (tanwin)
Setip nun sukun
atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf hijaiyyah (kecuali alif), maka cara
membacanya ada 4 (empat) macam, yaitu :
1. Izh-har
2. Idghom
3. Ikhfa
4. Iqlab
Allah Ta'ala berfirman :
"Maka bacalah Al-Qur'an dengan tartil (yang sebaik-baiknya)." (QS. Al-Muzammil : 4)
Rasulullah bersabda :
"Bacalah olehmu Al-Qur'an, maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat/pertolongan ahli-ahli Al-Qur'an (yang membaca dan mengamalkannya)." (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda :
"Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Bukhori)
Sebelum mulai mempelajari Ilmu Tajwid sebaiknya kita mengetahui
lebih dahulu bahwa setiap ilmu ada sepuluh asas yg menjadi dasar
pemikiran kita. Berikutnya dikemukakan 10 asas Ilmu Tajwid.
-
Pengertian Tajwid menurut bahasa : Memperelokkan sesuatu.
Menurut istilah Ilmu Tajwid : Melafazkan setiap huruf dari makhrajnya yang
betul serta memenuhi hak-hak setiap huruf. -
Hukum mempelajari Ilmu Tajwid adalah Fardhu Kifayah dan
mengamalkannya yakni membaca Al-Quran dgn bertajwid adalah
Fardhu Ain bagi setiap muslimin dan muslimat ygt mukallaf. -
Tumpuan perbincangannya : Pada kalimah² Al-Quran.
-
Kelebihannya : Ia adalah semulia mulia ilmu kerana ia langsung berkaitan
dgn kitab Allah Al-Quran. -
Penyusunnya : Imam-Imam Qiraat.
-
Faedahnya : Mencapai kejayaan dan kebahagiaan serta mendapat
rahmat dan keredhaan Allah didunia dan akhirat. Insya-Allah. -
Dalilnya : Dari Kitab Al-Quran dan Hadis Nabi ( S.A.W )
-
Nama Ilmu : Ilmu Tajwid
-
Masalah yg diperbaincangkan : Mengenai keadah² dan cara²
bacaannya secara keseluruhan yg memberi pengertian hukum² cabangan. -
Matlamatnya : Memelihara lidah daripada kesalahan membaca ayat²
suci Al-Quran pada ketika membacanya. Membaca sejajar dgn
penurunannya yg sebanar dari Allah ( S.W.T )
Tingkatan Bacaan Al Quran
Terdapat 4 tingkatan atau mertabat bacaan Al-Quran iaitu bacaan
dari segi cepat atau perlahan.
-
At-Tartil : Bacaannya yg perlahan², tenang dan melafazkan setiap
huruf daripada makhrajnya yg tepat serta menurut hukum²
bacaan Tajwid dgn sempurna, merenung maknanya, hukum dan pengajaran daripada ayat. -
: Bacaannya seperti Tartil cuma lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf drp makhrajnya, menepatkan kadar bacaan mad dan dengung. -
Al-Hadar: Bacaan yg cepat serta memelihara hukum² bacaan Tajwid.
-
At-Tadwir: Bacaan yg pertengahan antara tingkatan bacaan Tartil dan Hadar, serta memelihara hukum² Tajwid.
Perhatian :
* Tingkatan bacaan Tartil ini biasanya bagi mereka yg sudah mengenal
makhraj² huruf, sifat² huruf dan hukum² Tajwid. Tingkatan bacaan ini
adalah lebih baik dan lebih diutamakan.
* Tingkatan bacaan Tahqiq ini biasanya bagi mereka yg baru belajar membaca Al-Quran supaya dpt melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dgn tepat dan betul.
* Tingkatan bacaan Hadar pula biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al-Quran, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dlm masa yg singkat.
* Tingkatan terakhir pula ialah Tadwir yakni pertengahan
antara Tartil dan Hadar
* Tingkatan bacaan Tartil ini biasanya bagi mereka yg sudah mengenal
makhraj² huruf, sifat² huruf dan hukum² Tajwid. Tingkatan bacaan ini
adalah lebih baik dan lebih diutamakan.
* Tingkatan bacaan Tahqiq ini biasanya bagi mereka yg baru belajar membaca Al-Quran supaya dpt melatih lidah menyebut huruf dan sifat huruf dgn tepat dan betul.
* Tingkatan bacaan Hadar pula biasanya bagi mereka yang telah menghafal Al-Quran, supaya mereka dapat mengulang bacaannya dlm masa yg singkat.
* Tingkatan terakhir pula ialah Tadwir yakni pertengahan
antara Tartil dan Hadar