Archives

INSTALL QUR'AN KE WORD


-IBNU SUBHI-


Tentu anda pernah menemukan hasil print berbentuk Bahasa Arab bukan? Namun terkadang sulit untuk mengetik satu persatu huruf demi huruf, berikut ini adalah tata cara menginstall qur'an ke Word.

  • download Aplikasinya di sini
  • setelah download selesai, jalankan applikasi

  • klik next hingga muncul kotak dialog seperti di bawah ini.

  • kemudia tentukan lokasi akhir


  • kemudian install


  • Tunggu hingga proses instalasi selesai, lalu klik finish


  • Kembali ke Ms.Word, kemudian pilih pada Add-Ins lalu Al-Qur'an


  • Untuk memilih ayat dan surah, bisa ditentukan dengan kotak dialog berikut.


sekian dulu postingan saya semoga bermanfaat.
Billahi Fi Sabilill Haq, Fastabiqul Khaerat.
Wassalam.



Category:   Leave a Comment
NEXT BOOK................






Judul Buku   : Dunia yang Dilipat 
Penulis          : Yasraf Amir Piliang
Penerbit             : Matahari
Total Halaman  : 508 + cover












Judul Buku   : Zero to Hero 

Penulis          : Solikhin Abu Izzudin

Penerbit             : Pro-U Media

Total Halaman  : 300 + cover









Mudah-mudahan bisa sempat terbaca
Billahi Fi Sabilill Haq, Fastabiqul Khaerat
Wassalam.

IBLIS MENGGUGAT TUHAN



-Shawni -


ALKISAH, seorang pendeta bernama Buhairah menarik diri dari gereja dan memutuskan hidup menyepi. Dalam kesendiriannya, dia menenggelamkan diri ke dalam kajian tehadap buku-buku Kristen. Namun upaya itu tak berhasil menghilangkan “kegelisahan” teologisnya.
Suatu saat, di dalam satu buku, Buhairah menemukan sebuah ramalan. Tentang tanda kenabian yang akan dilihatnya pada punggung seorang bocah kecil. Sebagaimana tercatat dalam sejarah Islam klasik, pada akhirnya Buhairah menemukan tanda kenabian itu di punggung muhamad SAW, yang kelak diangkat menjadi Rasul Allah.
Berangkat dari momentum pertemuan antara Buhairah dan Muhammad, Al Shawni memulai kisahnya. Tokoh Buhairah yang digambarkan sedang mengalami skeptisisme personal terhadap keesaan Tuhan diajak Rasulullah. Dia dibawa ke sebuah tempat yang jauh dari hiruk-pikuk keramaian, yang hanya diterangi kerlip dan redupnya bintang.
Di kesunyian itu, Buhairah mengalami komunikasi trasnsendental dengan sosok makhluk gaib yang tak lain adalah iblis. Mulai dari titik ini, pengarang menunjukkan “keliaran” imajinasi untuk meruncingkan konflik di dalam “tubuh” novelnya. Dengan teknik dan langgam penggisahan yang unik, Al-Shawni mendeskripsikan egosentrisme iblis.
Ketika pendeta Buhairah mempertanyakan latar belakang kesombongan iblis yang menolak sujud pada Adam, pengarang memanfaatkan momen itu untuk merumukan dalil-dalil filosofis dalam rangka menarasikan penggugatan iblis. Jelas sekali, Al-Shawni hendak menggelindingkan diskursus baru tentang riwayat pembangkangan iblis yang menolak sujud pada Adam.
Menurut Al-Shawni, penolakan iblis, yang kelak menjadi sebab keterkutukannya, bukan karena latar belakang ontologism. Bahwa iblis diciptakan dari api, sementara Adam hanya diciptakan dari tanah, sebagaimana penafsiran konvensional. Namun justru karena eksistensi Adam adalah pencerminan dosa-dosa iblis. Jadi, mana mungkin iblis mau bersujud pada cermin yang memantulkan buruk rupa wajahnya sendiri?
Bagi khalayak pembaca umum, membaca karya sastra adalah “menikmatinya”, bukannya menggali aspek-aspek kebenaran epistemologisnya. Jika pada paragraf-paragraf awal sebuah novel pembaca tak berhasil “meraih” kenikmatan dengan gambang mereka akan menutupnya.
Tetapi, sebagaimana diusung oleh Al-Shawni di dalam buku ini, barangkali membaca sastra tak cukup kalau sekedar menikmati. Pembaca perlu pemahaman yang intens, penafsiran kritis, dan yang lebih penting adalah penyingkapan misteri kebenaran epistemologis karya sastra sampai ceruk paling dalam.
Dalam buku ini, Al- Shawni seperti sedang mendadani karakter bejat iblis dengan jubah kebesaran filsuf yang penuh aura kearifan dan kejeniusan. Ia berhasil menggunakan metode adab al-jadl. Metode ini semacam kode etik berpolemik di kalangan pemikir muslim Abad Pertengahan, seperti muncul pada debat Buhairah dengan iblis.
Rentang panjang durasi konflik yang “meresahkan” itu, jika tak dilihat dengan ketajaman intuisi, bisa jadi akan melahirkan pembelaan atau bahkan pemenangan argumentasi iblis. Di sini, Al-Shawni tak hanya “menghidangkan” preposisi-preposisi logis untuk mendeklarasikan penggugatan iblis. Ia juga memperkuat argumentasi rasional dengan “meraih” metafora-metafora yang memukau dan sesekali mengejutkan.
Ketika Buhairah berupaya menyudutkan identitas iblis dengan stigma determinime kutukan Tuhan, dengan lihai Al-Shawni membela iblis. Caranya dengan menceritakan kisah Nabi Sulaiman yang sedang murka karena dikhianati burung bulbul, sahabatnya. Burung itu diperingatkan agar jangan menemui Sulaiman dulu, sebab emosi raja sedang memuncak.
Dikabarkan, Sulaiman berniat membunuh burung bulbul. Tapi, anehnya, bulbul bukannya takut pada ancaman sang raja. Bulbul justru bercicit kegirangan penuh suka cita. Riwayat Sualaiman dan burung bulbul ini, menurut Shawni, relevan dengan problem kemurkaan Tuhan pada iblis. Artinya, kemurkaan Tuhan pada iblis justru merupakan pertanda kedalaman cinta Tuhan kepadanya.
Dengan kata lain, dilaknati atau dimuliakan oleh Tuhan sudah tak berarti apa-apa lagi bagi iblis. Sebab esensinya adalah kadar kedekatan Tuhan dengannya. Sehingga kutukan pun dapat berubah menjadi berkah. Membaca “kenakalan” pikiran novelis ini, terasa Al-Shawni tak sekedar menggugat dogma keterkutukan iblis.
Novel ini, jika tidak dibaca hati-hati, sangat berpotensi “menggoda” pikiran pembaca untuk membela bahkan 
memenangkan gugatan iblis. (Resensi Oleh : Prayudi)


Billahi Fi Sabilill Haq, Fastabiqul Khaerat
Wassalam.

Selamatkan Muhammadiyah



Drs. H.M. Sukriyanto AR.

Kelahiran Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan bukanlah muncul dalam ruang yang kosong. Akan tetapi Muhammadiyah hadir dalam kompleksitas persoalan kehidupan yang berada pada era penjajahan kolonialisme. Dan ketika itu umat Islam berada pada posisi yang sangat terpuruk dan memprihatinkan. Mereka terbelakang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah, kemakmuran ekonomi yang parah serta kemampuan politis yang tak berdaya. Kondisi ini pun diperparah lagi oleh membudayanya paham dan praktek keberagamaan yang bersifat spritualistik dan bersifat mistik.
Seperti dalam kehidupan beraqidah (keyakinan hidup) banyaknya praktek-praktek kepercayaan terhadap benda-benda keramat, semacam keris, tombak, batu aji, dan masih percaya pada adanya hari baik dan buruk, serta kepercayaan terhadap kesaktian kuburan para wali (Mustafa Kamal Pasha: 2002). Begitu juga halnya dengan praktek keberagamaan dalam kehidupan beribadah, banyaknya praktek-praktek ubudiyah yang telah bercampur aduk antara ajaran Islam dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Seperti tradisi sesajian yang ditujukan kepada para arwah, kepada roh-roh halus, slametan saat kematian dan sebagainya.
Dari kondisi umat yang seperti ini, tentunya sangat sulit bagi bangsa Indonesia saat itu untuk keluar dari penjajahan kolonialisme. Karena tidaklah mungkin senjata meriam dapat dikalahkan dengan cara memberikan sesajian pada kuburan-kuburan para wali. Dan juga tidaklah mungkin umat Islam dapat menguasai bangsa ini kembali dengan cara berzikir di atas sajadah dari pagi hingga petang. Sementara para kolonialis telah menguasai ilmu-ilmu modern seperti matematika, fisika, kimia, kedokteran, sosiologi, politik, biologi, teknologi dll

Mohon maaf bila Ada kesalahan. :)

Billahi Fi Sabilill Haq, Fastabiqul Khaerat
Wassalam.